Pengenaan Pajak pada Layanan Keuangan Digital di Indonesia

Perkembangan digital banking di Indonesia
Di negara berkembang, jumlah penduduk yang belum menjadi nasabah bank (unbanked) masih mendominasi. Dilansir dari hasil riset Google serta Temasek pada tahun 2019, jumlah masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening di bank mencapai 92 juta jiwa dan memiliki keterbatasan akses terhadap layanan keuangan (underbanked) dengan jumlah 47 juta jiwa. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah kehadiran digital banking untuk memungkinkan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan atau daerah pinggiran untuk mengakses sektor perbankan. Digital banking juga berguna untuk mengakomodasi tren dan kebiasaan masyarakat modern. Bagi orang di desa digital banking menawarkan jaminan keamanan lebih baik daripada uang tunai.

Tahun 2021, Otoritas Jasa Keuangan mencatat lonjakan penggunaan digital banking hingga 300%. Hal itu diakibatkan oleh efek pandemi Covid-19 dan masifnya pengembangan layanan produk digital perbankan. Keuntungan utama digital banking sebagai inovasi teknologi adalah orang tidak perlu membawa uang tunai dan uang dapat didistribusikan dan dikelola dalam jarak yang sangat jauh. Digital banking juga memungkinkan para penggunanya untuk menarik saldo tanpa kartu ATM. OJK sedang mempersiapkan peraturan baru untuk mengatur layanan perbankan digital dari segi permodalan, perizinan, serta teknologi. Peraturan tersebut akan mengkategorikan layanan perbankan digital dalam dua jenis, yakni fully digital serta bank yang bertransformasi ke layanan digital.

Perkembangan layanan keuangan digital di Indonesia
Layanan keuangan digital di Indonesia mulai masif berkembang pada tahun 2016. Pada awalnya perusahaan keuangan digital hanya ada enam perusahaan, sekarang berkembang pesat hingga 369 perusahan. Fokus bisnis keuangan digital tidak terbatas sampai di sistem pembayaran dan pembiayaan, tetapi juga model bisnis lain seperti asuransi digital. Nilai transaksi fintech di Indonesia pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, mencapai USD 15,02 miliar atau sekitar Rp 202,77 triliun. Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi melalui uang elektronik mencapai Rp 35,10 triliun per Desember 2021 (Kata Data, 2021).
 
Penerapan pajak pada keuangan digital di Indonesia
Sampai saat ini pemerintah tidak menerapkan pajak bagi pengguna bank digital. Pemerintah hanya menerapkan pajak atas transaksi digital seperti top up dompet digital, uang elektronik, pinjaman online, kripto. Pajak yang berlaku bagi transaksi digital tersebut adalah PPN dan PPh. Payung hukum yang mengatur pajak atas layanan fintech ini adalah PMK No.69/PMK.03/2022. Misalnya, pada pinjaman online akan dikenakan PPh 23/26.  Pemerintah menerapkan pajak bagi transaksi digital sebagai suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. PMK 69/PMK.03/2022 membebaskan pengenaan PPN untuk transfer dana  dalam bank yang sama bagi nasabah pemilik giro, sertifikat deposito, deposito berjangka, tabungan, dan bentuk lainnya.


Sumber:
Nama Pengarang:Ivan Rivadeneyra, Daniel D. Suthers, & Ruben Juarez 
Judul Artikel: Mobile money networks with tax-incentives
Tahun Artikel: 2022
Publisher: Humanities and Social Science Communications