Apa itu Revaluasi Aset? Apakah Revaluasi Aset Diperlukan?


Abstraksi

TAXSAM.CO - Revaluasi aset merupakan suatu penilaian kembali sebuah aset tetap yang dipunyai suatu perusahaan atau entitas lainnya. Revaluasi aset diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Lalu,  mengapa suatu entitas harus melakukan revaluasi aset? 

Revaluasi aset dibutuhkan karena terjadinya peningkatan atau penurunan nilai aset yang akan menyebabkan nilai aset tetap pada laporan keuangan suatu perusahaan menjadi tidak wajar. Revaluasi aset ini akan menunjukkan nilai dan kemampuan yang ada pada perusahaan dengan sebenar-benarnya.


Aset Apa Saja yang Bisa Direvaluasi?

Aset yang dapat direvaluasi yaitu aset tetap berwujud yang dimiliki dan berada di Indonesia. Aset tersebut harus merupakan aset digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.


Hubungan Revaluasi dengan Perpajakan

Regulasi tentang penilaian kembali aset merupakan bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) untuk memberikan pengurangan tarif PPh. 

Namun, perlu diketahui bahwa kebijakan insentif pajak yang berkaitan dengan revaluasi aset telah berakhir tahun 2016. Kebijakan ini dilakukan dengan sistem bertahap dan dikenakan tarif yang berbeda atas selisih lebih nilai aktiva tetap dari penilaian kembali atau perkiraan penilaian kembali oleh wajib pajak berdasarkan kantor jasa penilai publik. 

Revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak tunduk pada peraturan perpajakan, yang diantaranya:

  1. mengatur bahwa revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu lima tahun;
  2. dapat dilakukan untuk sebagian atau seluruh aset tetap;
  3. masa manfaat aset tetap setelah revaluasi disesuaikan kembali menjadi manfaat penuh untuk kelompok aset tersebut;
  4. dasar penyusutan aset tetap adalah nilai pada saat revaluasi aset tetap. 


Pencatatan Revaluasi Aset

Ketika hasil revaluasi menunjukkan angka positif, kenaikan nilai tersebut tidak boleh dicatat dalam laporan rugi laba (Income Statement), melainkan harus dikreditkan di akun khusus yaitu Revaluation Surplus dalam laporan ekuitas. 

Sebaliknya, apabila terjadi penurunan nilai (impairment), penurunan tersebut harus didebit di akun Revaluation Surplus. Jika penurunan atau kerugiannya melebihi nilai surplus, maka harus dicatat pada akun impairment loss.


Contoh Kasus

PT Sukses membeli sebuah mesin pada tanggal 1 Januari 2019 dengan harga perolehan Rp100.000.000. PT Sukses menggunakan metode depresiasi garis lurus dan tidak ada nilai sisa. Umur ekonomis mesin tersebut terhitung 10 tahun. Maka, depresiasi per tahunnya Rp10.000.000 (Rp 100.000.000/10).

Pada tanggal 1 Januari 2020, mesin tersebut direncanakan akan direvaluasi.

Nilai buku mesin tersebut di tanggal 1 Januari 2020 adalah Rp90.000.000 (Rp100.000.000 (harga perolehan) – Rp10.000.000 (depresiasi akumulasi)).

PT Sukses menyewa jasa appraisal untuk menilai nilai wajar mesin tersebut di tanggal yang sama. Setelah direvaluasi, ternyata nilai mesin tersebut di tanggal 1 Januari 2020 adalah Rp95.000.000.

Terdapat perbedaan sebesar Rp5.000.000 antara nilai buku dengan nilai hasil revaluasi. Maka, pencatatan jurnal kenaikan nilai mesin akibat revaluasi tersebut adalah:

(D) Mesin 5.000.000
(K) Revaluation Surplus 5.000.000

Oleh: Khansa Ravelyta, Tax Researcher Taxsam.co