TAX
Faktur Pajak Fiktif dan Konsekuensinya
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak
Abstraksi
TAXSAM.CO - Direktorat Jenderal Pajak melaporkan bahwa Kanwil DJP Jawa Barat II bekerja sama dengan KORWAS Polda Metro Jaya telah melakukan penyerahan 1 Berkas Perkara dan 1 tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. Penyerahan tersebut dilakukan atas Kasus Tindak Pidana Perpajakan yang menjerat CV M dengan Tersangka Saudara CH. CV M menerbitkan Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya, atau faktur pajak fiktif. Upaya penyerahan tersangka dan barang bukti ini sebelumnya didahului dengan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka saudara CH. Nilai kerugian negara akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka tersebut adalah sebesar Rp7.344.150.373,00 (Tujuh Milyar Tiga Ratus Empat Puluh Empat Juta Seratus Lima Puluh Ribu Tiga Ratus Tujuh Puluh Tiga Rupiah).
Apa itu Faktur Pajak Fiktif?
Faktur pajak fiktif atau faktur pajak tidak sah merupakan faktur pajak yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan/atau faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Faktur pajak fiktif ini dapat merugikan negara karena pengkreditan faktur pajak fiktif tersebut dapat mengurangi besaran pajak yang disetorkan kepada negara. PKP yang membuat faktur pajak fiktif ini dapat mengurangi kurang bayar yang seharusnya disetor kepada kas negara dan meminta restitusi kepada negara yang lebih besar.
Siapa yang Dikategorikan Penerbit Faktur Pajak Fiktif?
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-17/PJ/2018, Wajib Pajak sebagai dapat diindikasikan sebagai penerbit faktur pajak tidak sah karena hal berikut:
- Wajib Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP namun menerbitkan Faktur Pajak;
- Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan Wajib Pajak Terindikasi Penerbit atau Wajib Pajak Penerbit;
- Wajib Pajak yang Faktur Pajak keluarannya belum atau tidak dilaporkan di dalam SPT Masa PPN namun sudah dikreditkan oleh lawan transaksi;
- Wajib Pajak yang:
- akta pendirian badan hukumnya disahkan oleh dan dibuat di hadapan notaris yang sama dengan yang digunakan oleh Wajib Pajak Terindikasi Penerbit atau Wajib Pajak Penerbit atau notaris yang sama dengan yang digunakan oleh satu atau beberapa Wajib Pajak lain;
- pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan dengan satu atau beberapa Wajib Pajak lain; atau
- memiliki alamat kedudukan atau kegiatan usaha yang sama dengan satu atau beberapa Wajib Pajak lain; dan/atau
- memiliki pengurus yang sama dengan pengurus Wajib Pajak Terindikasi Penerbit atau Wajib Pajak Penerbit atau pengurus yang sama dengan satu atau beberapa Wajib Pajak lain.
- Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha tidak wajar, dengan karakteristik antara lain:
- Wajib Pajak Non-Efektif (NE) tiba-tiba kegiatan usahanya aktif dan melakukan penyerahan yang terutang PPN dalam jumlah besar;
- Wajib Pajak melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan;
- Wajib Pajak melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah karyawan yang bekerja pada perusahaan;
- Wajib Pajak melakukan penyerahan terutang PPN yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti kegiatan usaha utama Wajib Pajak tersebut;
- Wajib Pajak memiliki persediaan besar namun tidak memiliki gudang atau tidak terdapat biaya sewa gudang;
- Wajib Pajak yang sebagian besar pembeliannya adalah impor namun kegiatan penyerahannya tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang diimpor; dan/atau
- Wajib Pajak yang melakukan penyerahan BKP namun tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang dibeli;
- Wajib Pajak yang memiliki rasio laba usaha bersih (net profit margin) sangat kecil.
- Wajib Pajak yang memiliki administrasi pelaporan pajak dengan karakteristik antara lain:
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dengan status Lebih Bayar dan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya secara terus-menerus, namun:
- Wajib Pajak bukan Wajib Pajak yang baru berdiri;
- Wajib Pajak tidak sedang berinvestasi pada barang modal;
- tidak terdapat peningkatan persediaan yang signifikan; dan/atau
- Wajib Pajak tidak melakukan, atau melakukan dengan jumlah persentase yang kecil, atas:
- penyerahan yang terutang PPN namun tidak dipungut;
- penyerahan ekspor; dan/atau
- penyerahan kepada Pemungut PPN;
- Wajib Pajak memiliki penyerahan terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam jumlah besar namun secara konsisten PPN Kurang Bayar yang dibayar atau disetor kecil;
- Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah Pajak Keluaran menjadi lebih besar namun diimbangi juga dengan penambahan Pajak Masukan yang besar sehingga tidak mengubah PPN Kurang Bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN Kurang Bayar tetapi nilainya kecil; dan/atau
- Wajib Pajak rutin menyampaikan SPT Masa PPN namun tidak atau kurang patuh dalam menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 23 dan/atau Pasal 26, Pasal 25, Pasal 4 ayat (2), dan/atau SPT Tahunan PPh.
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dengan status Lebih Bayar dan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya secara terus-menerus, namun:
- terdapat Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP) yang mengindikasikan Wajib Pajak telah atau sedang atau akan menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
Apa Konsekuensinya?
Konsekuensi bagi Wajib Pajak yang terindikasi sebagai penerbit faktur pajak fiktif diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2018 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan Dan/Atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah Oleh Wajib Pajak, yaitu menetapkan Status Suspend yang mana Wajib Pajak bersangkutan menjadi tidak dapat menerbitkan faktur pajak secara elektronik hingga terdapat klarifikasi yang dapat diteruma oleh DJP.
Pasal 2 PER-16/PJ/2018
- Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit berdasarkan:
- hasil penelitian indikasi penerbit;
- hasil Pengembangan dan Analisis IDLP;
- hasil pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan Wajib Pajak lain;
- hasil pengembangan Penyidikan Wajib Pajak lain;
- informasi yang diperoleh pada saat Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
- informasi yang diperoleh pada saat Wajib Pajak sedang dilakukan Penyidikan.
Pasal 6 PER-16/PJ/2018
- Terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit yang ditetapkan Status Suspend, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend untuk menonaktifkan sementara Sertifikat Elektronik Wajib Pajak dengan cara menonaktifkan sementara akun Pengusaha Kena Pajak Wajib Pajak pada sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak.
Selanjutnya, pada Pasal 11 PER-16/PJ/2018 diatur mengenai ketentuan konsekuensi bagi Wajib Pajak penerbit faktur pajak tidak sah berdasarkan putusan pengadilan, yakni dengan mencabut pengukuhan PKP secara jabatan tanpa didahului penetapan Status Suspend.
Pasal 11 PER-16/PJ/2018
Terhadap Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan tanpa didahului penetapan Status Suspend.
Konsekuensi atas tindakan kesengajaan penerbitan faktur pajak fiktif diatur dalam Pasal 39A UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak
Pasal 39A UU No. 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021
Setiap orang yang dengan sengaja:
- menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
- menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Oleh: Kayla Gitara, Tax Researcher Taxsam.co
Oleh: Kayla Gitara, Tax Researcher Taxsam.co