PPh Digital Tak Bisa Diterapkan, Terbentur Konsensus Global

Pemerintah masih belum dapat menerapkan pajak pajak penghasilan atau PPh digital  meskipun sudah memiliki pedoman dalam Undang-Undang 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penangan Covid-19.  Hal ini disebabkan oleh Kesepakatan dari konsensus global. Kemufakatan yang harusnya bisa terlaksana tahun ini tertunda jadi tahun depan. 

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menuturkan bahwa sebenarnya Indonesia bisa saja menerapkan hal itu. Namun,  PPh berbeda dengan pajak pertambahan nilai (PPn) yang bisa berlaku penuh. PPh perlu ada persetujuan penghindaran pajak berganda atau tax treaty.

"Itu juga harus kita hormati pelaksnaannya. Kita tahu PPh harus ada satu bentuk usaha tetap atau BUT. Selama ini justru itulah yang kemudian coba disepakati dalam satu konsensus global," katanya seperti dilansir dari bisnis.com, Jumat (25/12/020).

Dia mengatakan bahwa mundurnya konsensus global hingga pertengahan tahun depan masih menjadi tanda tanya. Penyebabnya belum ada kepastian ada kesepakatan bersama.

Meski demikian, Indonesia sebaiknya menunggu penerapan PPh sambil menyusun aturan pelaksanaannya. Saat ini yang menjadi pertimbangan implementasi ialah tax treaty.

Wahyu menambahkan, Pemerintah di sisi lain juga harus memiliki batasan waktu. Indonesia mau sampai kapan harus menunggu.  Indonesia juga tak sendiri. Beberapa negara di dunia, melalui sistem elektronik, sudah mampu menerapkan PPh.

Penundaan ini berdampak pada hilangnya potensi pendapatan PPh. Padahal perusahaan digital internasioal telah mendapatkan keuntungan dari situ.

"Tapi karena terbentur pada tax treaty, Indoneisa tidak bisa mengenakan PPh kepada perusahaan tadi," jelasnya.