TAX
Apa Perbedaan Pengertian Badan, Pengusaha dan Pengusaha Kena Pajak?
Dasar Hukum:
Pasal 1 UU No.6/1983 diubah terakhir dengan UU No. 11/2020 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
Angka 3: “Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi”
Angka 4: “Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean”
Angka 5: “Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya”
Diskusi:
Pengertian badan ini bersumber dari pengertian Pasal 1 angka 2 UU 16/2009 yang menyatakan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi dan badan. Badan dalam ilmu hukum dibagi menjadi 2 (dua) jenis subjek hukum yaitu badan berbentuk badan hukum (pendirian nya didirikan dengan akta pendirian yang di registrasi kepada pemerintah) dan non-badan hukum (pendirian nya didirikan dengan akta pendirian yang tidak di registrasi). Badan tersebut bisa saja merupakan badan usaha untuk mencari keuntungan (profit oriented) atau badan yang tidak memiliki usaha untuk mencari keuntungan (non-profit oriented). Ilmu hukum umum (lex generalist) memberi pembedaan terhadap bentuk – bentuk badan tersebut, sedangkan dalam ilmu hukum administrasi perpajakan (lex specialist) tidak memberikan pembedaan terhadap nya, sehingga pengertian badan sangat luas (comprehensive taxpayer) yaitu setiap perkumpulan orang/ modal yang melakukan usaha/ tidak melakukan usaha dapat dianggap sebagai badan sekaligus termasuk dalam ruang lingkup pengertian wajib pajak. Sehingga apapun bentuk perkumpulan nya, maka perkumpulan tersebut dapat menjadi wajib pajak.
Dalam ilmu hukum administrasi perpajakan, (i) pengertian badan ada dalam konteks Pajak Penghasilan (“PPh”) pada istilah internasional dianggap sebagai tax payer, sedangkan (ii) pengertian pengusaha atau pengusaha kena pajak biasa ada dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) dianggap sebagai taxable person. Pengusaha dalam konteks PPN melingkupi pengertian orang pribadi atau badan, hal ini berarti bahwa pengertian badan (pengertian yang luas) juga dapat dianggap sebagai pengusaha. Namun demikian, undang – undang memberikan perbedaan pengertian antara pengusaha dan pengusaha kena pajak. Hal ini dilakukan untuk tujuan (i) bentuk -bentuk badan dapat termasuk dalam konteks PPh seluruh nya, namun (ii) belum tentu badan – badan tersebut dapat dianggap sebagai pengusaha kena pajak dalam konteks PPN. Alasan nya adalah, karena hanya badan – badan yang memenuhi persyaratan dalam Undang – undang No. 8/1983 diubah terakhir dengan No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (“UU 42/2009”), yang dapat dianggap sebagai pengusaha kena pajak yang memiliki hak dan kewajiban dalam perundang – undangan tentang PPN.
Pengertian pengusaha dan pengusaha kena pajak ini dibedakan, karena persyaratan pengusaha untuk dapat dianggap sebagai pengusaha kena pajak dalam konteks PPN adalah pengusaha (badan/ orang pribadi) yang melakukan penyerahan barang/ jasa kena pajak (supply taxable goods/ services). Jika dilihat dari penjelasan konteks PPN maka ada kata kunci yang perlu dipahami yaitu pengusaha kena pajak (taxable person) dan barang/ jasa kena pajak (taxable supply of goods and services). Sedangkan dalam konteks PPh kata kunci nya adalah badan memiliki pengertian yang sangat luas tidak dapat hanya berpatokan pada bentuk – bentuk nya saja (substance over the form).
Dalam ilmu hukum administrasi perpajakan, (i) pengertian badan ada dalam konteks Pajak Penghasilan (“PPh”) pada istilah internasional dianggap sebagai tax payer, sedangkan (ii) pengertian pengusaha atau pengusaha kena pajak biasa ada dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) dianggap sebagai taxable person. Pengusaha dalam konteks PPN melingkupi pengertian orang pribadi atau badan, hal ini berarti bahwa pengertian badan (pengertian yang luas) juga dapat dianggap sebagai pengusaha. Namun demikian, undang – undang memberikan perbedaan pengertian antara pengusaha dan pengusaha kena pajak. Hal ini dilakukan untuk tujuan (i) bentuk -bentuk badan dapat termasuk dalam konteks PPh seluruh nya, namun (ii) belum tentu badan – badan tersebut dapat dianggap sebagai pengusaha kena pajak dalam konteks PPN. Alasan nya adalah, karena hanya badan – badan yang memenuhi persyaratan dalam Undang – undang No. 8/1983 diubah terakhir dengan No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (“UU 42/2009”), yang dapat dianggap sebagai pengusaha kena pajak yang memiliki hak dan kewajiban dalam perundang – undangan tentang PPN.
Pengertian pengusaha dan pengusaha kena pajak ini dibedakan, karena persyaratan pengusaha untuk dapat dianggap sebagai pengusaha kena pajak dalam konteks PPN adalah pengusaha (badan/ orang pribadi) yang melakukan penyerahan barang/ jasa kena pajak (supply taxable goods/ services). Jika dilihat dari penjelasan konteks PPN maka ada kata kunci yang perlu dipahami yaitu pengusaha kena pajak (taxable person) dan barang/ jasa kena pajak (taxable supply of goods and services). Sedangkan dalam konteks PPh kata kunci nya adalah badan memiliki pengertian yang sangat luas tidak dapat hanya berpatokan pada bentuk – bentuk nya saja (substance over the form).
Studi Kasus:
- Saya mendirikan sebuah organisasi perkumpulan motor, apakah perkumpulan tersebut dapat dianggap sebagai wajib pajak?
Jawaban: Dalam konteks PPh, perkumpulan anda dapat termasuk sebagai pengertian wajib pajak apabila memenuhi persyaratan subjektif (syarat pendirian) dan objektif (syarat menerima/ memperoleh uang/ penghasilan/ tambahan kemampuan ekonomi dari apapun sumber nya mis. iuran anggota, penghasilan usaha jual motor dari organisasi, dll);
- Jika saya memiliki perusahaan PT. A membuat Kerja Sama Operasi (“KSO”) dengan PT. B, apakah dapat dianggap sebagai wajib pajak?
Jawaban: Dalam konteks PPh harus dilihat dulu apakah ada aliran uang kedalam bentuk KSO (mis. uang masuk ke rekening khusus atas nama KSO). Sedangkan dalam konteks PPN harus dilihat dulu apakah ada aliran barang/ jasa kena pajak pada KSO (mis. invoice/ faktur pajak PPN atas nama KSO pada diri nya atau lawan transaksi). Jika ya, maka KSO tersebut berbentuk administratif yaitu berarti entitas mandiri (mis. pengajuan tender, penagihan hasil kerja, tenaga kerja, pembiayaan proyek, tanda tangan kontrak dilakukan atas nama KSO). Jika tidak, maka KSO tersebut berbentuk non-administratif yaitu hanya bersifat koordinasi, berarti bahwa tiap – tiap anggota KSO melakukan pekerjaan nya masing – masing (mis. PT A dan PT B masing – masing melakukan pengajuan tender, penagihan hasil kerja, tenaga kerja faktur, tanda tangan proyek dilakukan atas nama masing – masing PT A dan PT B);
- Saya adalah pedagang retail di daerah Kota Bandung, apakah saya termasuk sebagai pengusaha kena pajak?
Jawaban: Ya termasuk, bila anda sudah dikukuhkan/ ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau pengusaha dengan peredaran usaha tertentu, melakukan penyerahan barang/ jasa kena pajak;
Kata Kunci: Administrasi pajak, UU 11/2020, KUP, ketentuan umum dan tata cara perpajakan, badan, pengusaha dan pengusaha kena pajak