TAX

Aturan Pajak e-Commerce di Indonesia ditarik, kenapa?

Wellcode.IO team | 17 MAY 2020
Perdagangan elektronik (bahasa Inggris: electronic commerce atau e-Commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. e-Commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

Seiring perkembangan e-Commerce di Indonesia, baru-baru ini para pelaku di bidang tersebut diramaikan dengan dikeluarkan nya peraturan tentang pengenaan pajak bagi para pelaku e-Commerce, termasuk juga bagi para “content creator” di media sosial yang sedang booming saat ini.
Peraturan tersebut dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupa Peraturan Kementerian Keuangan 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).

Apa yang mendasari perlu diterbitkan nya peraturan ini?
Latar belakang yang mendasari aturan ini dibentuk adalah:

1.      Melihat peningkatan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (e-Commerce) sehingga perlu untuk menjaga perlakuan yang setara antara perdagangan konvensional dan perdagangan e-Commerce dan;
2.      Untuk memudahkan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pelaku usaha perdagangan melalui sistem e-Commerce sehingga dapat menjalankan perpajakan sesuai dengan model transaksi yang digunakan.
Apakah isi aturan ini?
"Pengaturan yang dimuat dalam PMK-210 ini semata-mata terkait tata cara dan prosedur pemajakan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce," terang Direktorat Jenderal Pajak melalui keterangan resminya, Sabtu malam (12/1/2019).

Berikut ikhtisar pengaturan dalam PMK-210 adalah sebagai berikut:
1.      Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui Platform Marketplace
        a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia Platform Marketplace
       b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace; 
              c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun; 
            d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku. 

2.      Kewajiban penyedia Platform Marketplace 
        a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP (Penghasilan Kena Pajak); 
    b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa; 
    c. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia Platform Marketplace sendiri, serta 
      d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform. Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia Platform Marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli. 

3.      Bagi e-Commerce di luar Platform Marketplace Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui Online Retail, Classified Ads, Daily Deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku. 
PMK-210 ini mulai berlaku efektif pada 1 April 2019, sebelum tanggal efektif tersebut Direktur Jenderal Pajak akan melaksanakan sosialisasi kepada para pelaku e-Commerce, termasuk penyedia Platform Marketplace dan para pedagang yang menggunakan platform tersebut.
Akan tetapi ternyata sebelum tanggal aturan tersebut berlaku efektif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memastikan bahwa Peraturan Menteri Keuangan 210/PMK.010/2018 ditarik.
"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media, pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK-210 seolah-olah pemerintah buat pajak baru,"
"Begitu banyak simpang siur. Kami sudah koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan banyak yang collect info dari perusahaan Marketplace. Dengan simpang siur kami anggap perlu sosialisasi lebih lagi pada seluruh stakeholder, masyarakat dan perusahaan, agar memahami seluruhnya."
"Saya memutuskan menarik PMK-210/2018. Itu kita tarik, dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-commerce itu nggak benar, kami putuskan tarik PMK-nya," kata Sri Mulyani di Kantor Pajak Tebet, Jumat (29/3/2019).

Ini menjadi hal yang membingungkan di masyarakat dan timbul banyak pertanyaan. Kenapa ditarik? Apa yang menjadi alasan nya?
Dari penjelasan yang telah diberikan oleh Menteri Keuangan dapat diketahui bahwa inti nya alasan pemerintah adalah masih membutuhkan waktu lebih untuk sosialisasi dan mengkaji peraturan mana yang terbaik untuk diberlakukan bagi para pelaku e-Commerce sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, dimengerti secara keseluruhan dan dapat diberlakukan secara efektif dan efisien.
Sama seperti yang bos Tokopedia katakan, "Saya pikir akan ada ruang dan waktu untuk industri, asosiasi, Kementerian dan Direktur Jenderal Pajak terus mengkaji penegakan yang terbaik itu seperti apa," tuturnya.
Menurut penulis di tengah kebingungan dan perdebatan dalam menentukan bentuk peraturan seperti apa yang terbaik, ada baik nya pemerintah dapat mempelajari dan mengkaji apa yang dilakukan negara-negara maju dalam menindaklanjuti fenomena seperti ini, contoh negara besar Amerika Serikat.
Pada tanggal 1 Juli 1997, Pemerintahan Bill Clinton mengajukan sebuah proposal dengan judul “A Framework for Global Electronic Commerce” yang secara garis besar menawarkan 5 (lima) prinsip dasar yang diharapkan menjadi pegangan utama (core principles) bagi penetapan kebijakan electronic commerce di Amerika. Secara umum, kelima prinsip kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

1.      The Private Sector Should Lead 
Prinsip ini dibangun atas dasar asumsi yang sangat sederhana, yaitu bahwa yang terjadi di dalam aktivitas electronic commerce adalah sebuah mekanisme bisnis pertukaran barang dan jasa melalui internet. Pemerintah bukanlah merupakan sebuah entity bisnis (dengan tujuan utama untuk maximize wealth), sehingga jelas bahwa yang harus berdiri di depan dan memimpin berbagai hal yang berkaitan dengan electronic commerce adalah sektor swasta (komunitas bisnis).

2.      Governments Should Avoid Undue Restrictions on Electronic Commerce
Prinsip ini dibangun setelah melihat adanya kesamaan objektif antara tujuan perdagangan bebas (globalisasi pasar) dan karakteristik internet, yaitu kecenderungan nya untuk membentuk mekanisme perdagangan yang paling optimum dan efisien. Pemerintah khawatir bahwa dengan membatasi mekanisme electronic commerce dengan peraturan yang terlampau banyak justru akan menjadi bumerang berupa tidak tercapainya efektivitas dan efisiensi yang ditawarkan oleh electronic commerce.

3.      Where Governmental Involvement Is Needed, Its Aim Should Be to Support and Enforce A Predictable, Minimalist, Consistent, And Simple Legal Environment for Electronic Commerce
Ketika pada suatu saat kalangan swasta merasa perlu memperoleh “bantuan” dari pemerintah karena adanya kerugian‐kerugian mendasar akibat berbagai fenomena baru yang timbul di kemudian hari, pemerintah akan melibatkan diri dengan berpegang pada prinsip pembentukan sebuah lingkungan bisnis elektronik yang kondusif; sehingga prinsip‐prinsip semacam konsistensi dan kesederhanaan peraturan lebih dikedepankan dibandingkan dengan pemberlakuan peraturan yang detail namun saling tumpang tindih (tambal sulam).

4.      Governments Should Recognize the Unique Qualities of The Internet 
Adalah merupakan suatu kebodohan dan tindakan yang berbahaya jika pemerintah yang berusaha untuk mendukung dan membantu terselenggaranya lingkungan bisnis electronic commerce yang baik namun tidak mengerti karakteristik dari internet dan dunia maya (virtual world). Hal ini merupakan pekerjaan rumah tambahan bagi para birokrat untuk belajar dan menekuni ilmu‐ilmu baru yang berkaitan dengan perilaku bisnis yang terjadi di internet. Tanpa adanya pemahaman yang baik akan mustahil dibentuknya sebuah lingkungan bisnis electronic commerce yang berkualitas

5.      Electronic Commerce Over the Internet Should Be Facilitated on A Global Basis.
Pemerintah melihat adanya sebuah kesalahan yang fatal jika mencoba memfasilitasi bisnis electronic commerce dengan memakai pendekatan lokal atau regional, karena jelas‐jelas terlihat bahwa internet merupakan arena perdagangan global dan virtual. Tidak ada gunanya memiliki infrastruktur dan suprastruktur yang canggih di Amerika Serikat jika tidak diimbangi dengan adanya fasilitas yang sama di berbagai negara yang lain karena secara konseptual electronic commerce bekerja di atas sebuah platform sistem global.

Dari kelima prinsip di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pemerintah Amerika Serikat mengambil sikap yang cukup hati‐hati dalam menanggapi fenomena electronic commerce yang berkembang, walaupun yang bersangkutan tahu persis peluang bisnis raksasa yang dapat dimanfaatkan oleh negaranya. 
Walaupun sebagian besar dari mereka tahu persis karakteristik perdagangan elektronik di dunia maya, terutama peluang dan dampaknya bagi perekonomian Amerika Serikat dan dunia, namun mereka nampak belum merasa seratus persen yakin dengan stabilitas lingkungan bisnis di dunia maya (status dan kondisi di dunia maya masih dirasa terlampau fragile, volatile, dan dinamis). 

Jika dalam dunia fisik pemerintah Amerika Serikat tahu persis kekuatannya karena sangat mudah menghitung‐hitung kekuatan berbagai negara berdasarkan batasan teritori nya, maka di dunia maya sangat sulit bagi mereka untuk melihat dimana kekuatan sesungguhnya akan berada sehubungan dengan fenomena electronic commerce yang terjadi.

Dengan demikian tindakan penarikan aturan yang dilakukan pemerintah ada baik nya karena terdapat  kepentingan dari pemerintah untuk lebih dulu melakukan kajian yang lebih dalam, meningkatkan koordinasi antar lembaga-lembaga di pemerintahan dan untuk melihat apakah pengaturan tentang e-Commerce ini tepat sasaran, efektif, efisien, berkeadilan serta dapat mendorong roda perekonomian di Indonesia lebih berkembang di era digital ini.

[1] Tirto.id dengan judul "Kemenkeu Rilis Aturan Soal Prosedur Transaksi Pajak E-Commerce"
[2] CNBC Indonesia dengan judul “Pengumuman: Sri Mulyani Tarik Aturan E-Commerce, Batal Semua!”
[3] CNN Indonesia dengan judul “Respons Bos Tokopedia soal Aturan Pajak e-Commerce Ditarik”
[4] ACADEMIA dengan judul “Kebijakan E-Commerce di Amerika Serikat”

You may also like

TAX

PPN atas Pembelian Agunan : Apa, Bagaimana, dan Dampaknya terhadap Wajib Pajak?

Taxsam.co Team | 29 SEP 2023

TAX

Terima Fasilitas Kesehatan dari Kantor Kena Pajak Nggak, Ya?

Taxsam.co Team | 22 SEP 2023

TAX

Pajak Judi Online di Indonesia? Mungkin Nggak, Sih?

Taxsam.co Team | 22 SEP 2023