Bagaimana Konsep Penyusutan dalam Perpajakan?

Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 11 ayat 1 dan ayat 2
Ayat (1) Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Ayat (2) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Diskusi
Pada artikel ini, kita akan membahas mengenai pengertian dari konsep penyusutan menurut Undang-Undang Perpajakan. 

Sebagaimana layaknya perlakuan penyusutan dalam akuntansi, perlakuan penyusutan dalam perpajakan juga dikenakan terhadap harta berwujud kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata. 

Dalam Pasal ini diatur juga mengenai metode penyusutan yang dibolehkan secara perpajakan, yaitu metode garis lurus atau straight-line method dan metode saldo menurun atau declining balance method. Untuk harta berwujud berupa bangunan, secara perpajakan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus dan untuk harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Apabila dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun maka nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan secara sekaligus.

Studi Kasus:
  • Perusahaan X menggunakan metode sum of the years digits method dalam proses perhitungan penyusutannya, dapatkah perusahaan X tetap menggunakan metode tersebut dalam menghitung penyusutannya untuk kepentingan perpajakan?
Jawaban: Tidak, perusahaan X hanya dapat memilih untuk menggunakan antara metode garis lurus atau metode saldo menurun untuk menghitung penyusutan harta tetapnya dengan ketentuan bahwa apabila harta tetap tersebut adalah bangunan maka harus menggunakan metode garis lurus.

  • Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi baru saja membeli mesin untuk keperluan operasional perusahaan. Metode penyusutan apa saja yang dibolehkan secara pajak?
Jawaban: Metode yang dibolehkan untuk digunakan secara pajak adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun.

  • Perusahaan Z baru saja membeli mesin dengan masa manfaat 4 tahun. Apakah mesin tersebut harus disusutkan?
Jawaban: Ya, mesin tersebut harus disusutkan karena memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan metode yang dapat digunakan adalah antara metode garis lurus dan metode saldo menurun.

  • Perusahaan A baru saja membeli mesin yang harga perolehannya adalah sebesar Rp 500.000.000,00 dan masa manfaatnya adalah 10 tahun. Berapakah penyusutan tiap tahunnya apabila metode yang digunakan adalah metode garis lurus?
Jawaban: Penyusutan tiap tahunnya adalah sebesar Rp 50.000.000,00 (Rp 500.000.000,00 : 10).

  • Perusahaan B baru saja membeli gedung dengan harga perolehannya sebesar Rp 8.000.000.000,00 dengan masa manfaatnya adalah selama 40 tahun. Berapakah penyusutan tiap tahunnya?
Jawaban: Penyusutan tiap tahunnya adalah sebesar Rp 200.000.000,00 (Rp 8.000.000.000,00 : 40)