TAX

Pajak Pertambahan Nilai untuk Transaksi Digital

Taxsam.co Team | 27 OCT 2021
Abstraksi
Artikel ini membahas perpajakan transaksi digital, strategi kebijakan fiskus melalui PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan tujuan untuk memahami strategi implementasi pemerintah dan membandingkan kebijakan PPN khususnya pada transaksi Barang dan Jasa Digital di negara-negara ASEAN. Perumusan kebijakan didasarkan pada upaya pemerintah untuk memungut PPN atas barang dan/atau jasa dari luar negeri sebagai salah satu asas pemungutan pajak dan netralitas sebagai ciri utama PPN.

Diskusi
Laju digitalisasi di Indonesia sudah terjadi semakin cepat dengan persebaran yang semakin luas. Hari ini, perdagangan sudah didominasi oleh transaksi digital dengan menyediakan pemenuhan kebutuhan hidup yang cepat dan real-time, termasuk kebutuhan logistik, ketersediaan layanan publik, hiburan, dan lain-lain. Jumlah transaksi pajak yang tinggi tentu membuka peluang perluasan cakupan perpajakan khususnya melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, penyerahan barang dan/atau jasa yang dikenai PPN dapat berupa Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak. PPN atas transaksi barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik merupakan potensi penerimaan negara bagi pemerintah.

Identifikasi Wajib Pajak yang menjadi pelaku e-commerce, menentukan dasar-dasar hukum dan aturan yang dapat diberlakukan bagi Wajib Pajak, tata administrasi, identifikasi produk atau barang elektronik dan fisik, dan pengawasan serta jejak audit yang minim menjadi tantangan dalam mengenakan PPN atas transaksi digital. Tidak heran meskipun e-commerce sudah berjalan cukup lama, peraturan mengenai perpajakan atas transaksi e-commerce khususnya PPN belum diatur secara khusus. Singapura, Malaysia, dan Vietnam merupakan beberapa contoh negara di Asia Tenggara yang telah menetapkan dan menerapkan kebijakan mengenai pemanfaatan PPN atas barang dan/atau jasa digital dari luar negeri melalui internet. Negara-negara ini menetapkan pertentase pertambahan nilai tertentu untuk transaksi digital dan impor barang melalui internat. Ini bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk menerapkan kebijakan serupa.

Beriringan dengan upaya digitalisasi pajak untuk memudahkan pengurusan dan meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah juga masih terus merumuskan peraturan-peraturan dan dasar hokum yang dapat dijadikan landasan pengenaan PPN untuk transaksi digital. Sebagai strategi implementasi, Pemerintah memilih untuk menunjuk Pemungut PPN PMSE, yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Selanjutnya, sosialisasi internal dan eksternal. Selain itu, pemerintah juga berupaya melakukan sosialisasi dengan Pelaku Usaha PMSE dan PPMSE (pemungut PPN PMSE yang ditunjuk) dengan membahas dan memelihara komunikasi serta menyiapkan sistematika yang dapat menyeimbangkan proses bisnis yang dilakukan oleh Pelaku Usaha PMSE dan/atau PPMSE di lapangan. Per November 2020, sudah ada 36 perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN dan perlu memungut PPN atas transaksi digital.

Pro dan Kontra
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa alasan diperlukannya regulasi perpajakan atas transaksi digital di Indonesia adalah untuk menghindari potensi kerugian atas pendapatan negara. Regulasi yang diterapkan salah satunya adalah pengenaan bea masuk untuk barang yang diimpor melalui transaksi digital. Pemerintah juga telah menerapkan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas barang/jasa yang transaksinya dilakukan melalui platform e-commerce. Selain itu, perumusan pajak untuk transaksi digital juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan dan menghindari terjadinya menghindaran pajak. Salah satu langkah yang sudah dilakukan adalah diterbitkannya ketentuan Pajak Pertambahan Nilai bagi pelaku e-commerce yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210/PMK.010/2018 yang mengatur tata cara perpajakan untuk transaksi digital melaluai platform e-commerce. Peraturan ini diharapkan dapat menciptakan level of playing field yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam rantai transaksi digital e-commerce.

Sumber:
Nama Pengarang:. Rini E.S., Murwendah
Judul Artikel: Taxing the Smart Retail: Value Added Tax Policy Analysis on Digital Transactions in Indonesia
Tahun Artikel: 2020
Publisher: Institute of Electrical and Electronics Engineers Inc
.

You may also like

TAX

PPN atas Pembelian Agunan : Apa, Bagaimana, dan Dampaknya terhadap Wajib Pajak?

Taxsam.co Team | 29 SEP 2023

TAX

Terima Fasilitas Kesehatan dari Kantor Kena Pajak Nggak, Ya?

Taxsam.co Team | 22 SEP 2023

TAX

Pajak Judi Online di Indonesia? Mungkin Nggak, Sih?

Taxsam.co Team | 22 SEP 2023