Penghindaran Pajak Penghasilan di Indonesia

Forbes merilis data bahwa konglomerat di Indonesia terus mengalami peningkatan kekayaan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, Forbes mencatat aset bersih 50 orang terkaya Indonesia membuat rekor baru dengan jumlah kekayaan sebesar $134,6 miliar atau meningkat $5,6 miliar dari tahun lalu. Namun, pada tahun 2017 data dari Ditjen Pajak menunjukkan bahwa kontribusi orang terkaya di Indonesia hanya sebesar 0,8% dari seluruh penerimaan pajak Indonesia. Menurut data dari CNBC Indonesia, pada tahun 2020 RAPBN ditargetkan sebesar Rp2.221, 54 T. Pada RAPBN ini, penerimaan pajak ditaksir mencapai Rp1.819,2 T atau sebesar 83,8% dari APBN. Pajak Penghasilan adalah penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak pada tahun 2019. Pajak Penghasilan memberikan sumbangsih sebesar 13,3% dari outlook APBN 2019. Berdasar jumlah pajak penghasilan yang diterima, PPh karyawan memberikan kontribusi terbesar yaitu senilai Rp555,63 triliun atau sebesar 21,79% bagi realisasi PPh non-migas.
Sedikitnya sumbangsih pajak konglomerat disebabkan oleh permasalahan kepatuhan. Berbeda dengan gaji PNS dan karyawan akan langsung dipotong pajak, pembayaran pajak oleh konglomerat memerlukan kesadaran diri dari konglomerat tersebut (pengungkapan sukarela). Para konglomerat dikenai pajak PPh 25 dan 29, yaitu PPh non-karyawan atau pajak penghasilan bagi pemilik usaha dan pekerja bebas. Ditambah lagi, para konglomerat yang memiliki perusahaan biasanya melakukan tax avoidance.

Tax Avoidance
adalah suatu pelanggaran dalam perpajakan dengan menjalankan skema penghindaran pajak yang bertujuan meringankan beban pajak dengan menggunakan celah terhadap ketentuan perpajakan di suatu negara. Pada dasarnya tax avoidance  memiliki sifat sah sebab tidak melanggar ketentuan perpajakan apapun, tetapi memiliki efek  merugikan terhadap penerimaan perpajakan suatu negara. Aktivitas yang disebut sebagai tax avoidance adalah jika melaksanakan salah satu perbuatan seperti wajib pajak membayar pajak lebih sedikit daripada yang seharusnya karena memanfaatkan interpretasi hukum. Contoh lainnya adalah wajib pajak sengaja untuk menunda pembayaran pajak terutangnya. 

Di Indonesia, pemerintah sudah berupaya untuk menanggulangi terjadinya praktik penghindaran pajak. Misalnya ketentuan anti thin capitalization, yaitu upaya wajib pajak mengurangi beban pajak dengan cara memperbesar pinjaman dan bukan menambah modal untuk dapat membebankan biaya bunga dan mengecilkan laba. Hal ini diatur dalam UU PPh pasal 18 ayat 1 dan PMK No.169/PMK.03/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Perhitungan Pajak Penghasilan.


Sumber:
Nama Pengarang: Joel Slemroda, Wojciech Kopczuk
Judul Artikel: The optimal elasticity of taxable income
Tahun Artikel: 2002
Publisher: Journal of Public Economics Elsevier