TAX
Siapa yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan?
Dasar Hukum
Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No.6/1983 diubah terakhir dengan UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No.6/1983 diubah terakhir dengan UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
Ayat (1): “Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.”
Ayat (2): “Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.”
Ayat (3): “Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.”
Diskusi
Dalam perpajakan dikenal dengan yang dinamakan pembukuan, dalam UU KUP pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Adapun pembukuan itu sendiri memiliki tujuan sebagai sumber pembuktian dari angka-angka yang dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan. Pihak yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia. Namun, terdapat pengecualian dalam hal penyelenggaraan pembukuan tersebut, yakni bagi Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, serta Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib untuk menyelenggarakan pencatatan. Selanjutnya dalam penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan tersebut wajib untuk memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Studi Kasus:
● Saya merupakan Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha dengan perkiraan peredaran bruto dalam 1 tahun lebih dari Rp5.000.000.000,- pada tahun 2018. Berdasarkan hal tersebut, apakah saya diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan?
Jawaban: Ya, berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU No.6/1983 Jo. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-17/PJ/2015, Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran bruto dalam 1 tahun lebih dari Rp4.800.000.000,- atau lebih, wajib menyelenggarakan pembukuan.
● Pertanyaan lanjutan: Apabila kegiatan usaha yang saya lakukan pada tahun 2017 memperoleh peredaran bruto Rp3.000.000.000,-. Apakah saya tetap wajib menyelenggarakan pembukuan?
Jawaban: Tidak, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU No.6/1983 Jo. Pasal 1 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-17/PJ/2015, bagi Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp4.800.000.000,- dikecualikan untuk menyelenggarakan pembukuan, namun wajib menyelenggarakan pencatatan. Dengan catatan, Wajib Pajak yang bersangkutan tetap dapat memilih untuk menyelenggarakan pembukuan.
● Pertanyaan lanjutan: Apabila saya memilih untuk menyelenggarakan pencatatan, dan kegiatan usaha yang saya lakukan memperoleh penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Apa dasar yang dapat digunakan dalam penghitungan penghasilan tersebut?
Jawaban: Penghitungan penghasilan tersebut adalah penghitungan penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
● Pertanyaan lanjutan: Apabila saya memilih untuk menyelenggarakan pencatatan, serta menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam penghitungan penghasilan neto karena memperoleh penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final, apakah saya wajib memberitahukan hal tersebut terlebih dahulu? Apabila ya, kepada siapa saya memberitahukan hal tersebut?
Jawaban: Ya, Wajib Pajak orang pribadi yang memilih menyelenggarakan pencatatan dan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto karena memperoleh penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final, wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 bulan sejak awal Tahun Pajak yang bersangkutan.
● Pertanyaan lanjutan: Apabila saya memilih untuk menyelenggarakan pencatatan, apa salah satu hal yang harus saya perhatikan dalam penyelenggaraan pencatatan tersebut?
Jawaban: Dalam menyelenggarakan pencatatan, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah itikad baik dan harus mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Kata Kunci: pembukuan, pembukuan dan pencatatan, pembukuan dan pemeriksaan, KUP, ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Kata Kunci: pembukuan, pembukuan dan pencatatan, pembukuan dan pemeriksaan, KUP, ketentuan umum dan tata cara perpajakan.