Apa Saja Objek Pajak Yang Dikecualikan?

Dasar Hukum
Pasal 4 UU No. 7/1983 diubah terakhir dengan UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) jo. UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker)
Ayat (3): “Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a.
      1.   Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2.   harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b.
      warisan;
c.
       harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d.
      penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e.
       pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;
f.
        dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
      dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
a)
      orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b)
      badan dalam negeri;
2.
      dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut: a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak; atau b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang - Undang ini;
3.
      dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan:
a)
      dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau
b)
      dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham;
4.
      dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2 diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:
a)
      atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;
b)
      atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dikenai Pajak Penghasilan; dan
c)
      atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) serta atas selisih sebagaimana dimaksud pada huruf b), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
5.
      dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:
a)
      atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan; dan
b)
      atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
6.
      dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang - Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2;
7.
      pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan berikut:
a)
      penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b)
      bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri;
8.
      pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku ketentuan:
a)
      tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang;
b)
      tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; dan/atau
c)
      tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
9.
      dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku ketentuan:
a)
      penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan penghasilan pada tahun pajak diperoleh; dan
b)
      Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut merupakan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang - Undang ini;
10.
  ketentuan lebih lanjut mengenai:
a)
      kriteria, tata cara dan jangka waktu tertentu untuk investasi sebagaimana dimaksud pada angka l, angka 2, dan angka 7;
b)
      tata cara pengecualian pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 7; dan
c)
      perubahan batasan dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
g.
      iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h.
      penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i.
        bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j.
        dihapus;
k.
       penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1.
      merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2.
      sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l.
        beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m.
    sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
n.
      bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
o.
      dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
p.
      sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”

Diskusi
Mengacu pada UU PPh, bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh atau diterima wajib pajak yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau menambah kekayaan dari wajib pajak.
Pada prinsipnya penghasilan oleh subjek pajak dapat dijadikan sebagai objek pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh yang berlaku di Indonesia, namun terdapat juga objek pajak yang dikecualikan dari UU PPh ini. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua penghasilan merupakan objek Pajak Penghasilan yang diatur dalam UU PPh. Pada faktanya terdapat beberapa penghasilan yang oleh UU PPh dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.

Studi Kasus:
· Saya menerima warisan berupa tabungan milik Ayah saya yang telah meninggal dunia. Apakah atas warisan dari Ayah saya dapat dikenakan Pajak Penghasilan?
Jawaban: Tidak, karena warisan merupakan objek pajak yang dikecualikan dalam UU PPh.
· Saya merupakan mahasiswa di suatu universitas yang mendapatkan beasiswa melalui program dari pemerintah. Apakah beasiswa tersebut akan dikenakan pajak penghasilan?
Jawaban: Tidak, karena beasiswa merupakan objek pajak yang dikecualikan.
· Bapak Reza mendapat bantuan sejumlah uang yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial?
Jawaban: Tidak, karena bantuan tersebut merupakan objek yang dikecualikan berdasarkan UU PPh.
· Kakek saya merupakan pensiunan tentara dan mendapat dana pensiun setiap bulannya. Apakah dana pensiun yang diperoleh kakek saya dapat dikenakan pajak penghasilan?
Jawaban: Tidak, dana pensiun adalah objek pajak yang dikecualikan.
· Teman saya mengalami kecelakaan dan dilakukan perawatan di rumah sakit, seluruh biaya perawatannya diganti oleh perusahaan asuransi. Apakah biaya perawatan yang diganti dari perusahaan asuransi dapat dikenakan pajak?
Jawaban: Tidak, pembayaran dari perusahaan asuransi karena adanya kecelakaan yang dialami tertanggung tidak dikenakan pajak, sebab merupakan objek pajak yang dikecualikan.

Kata Kunci: Subjek Pajak Penghasilan