TAX
PPh Pasal 26: Subjek dan Objek Pajak
Pertumbuhan dan perkembangan bisnis yang cepat membuat Indonesia harus lebih ketat dalam membuat peraturan mengenai dunia bisnis. PPh Pasal 26 hadir untuk mengatur kebijakan pajak yang berkaitan dengan setiap transaksi bisnis yang dilakukan oleh Wajib Pajak Luar Negeri. Tujuan ditetapkannya PPh Pasal 26 ini adalah meningkatkan ketertiban pajak perusahaan asing yang ada di Indonesia. Selain itu, dengan adanya PPh Pasal 26 ini, harapannya Wajib Pajak Luar negeri bisa ikut andil dalam berkontribusi untuk pemasukan negara.
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat 5 tentang Pajak Penghasilan menerangkan bahwa Bentuk Usaha Tetap ini merupakan bentuk usaha yang dipakai oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia, tetapi orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam kurun waktu 12 bulan di Indonesia, serta badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan setiap usaha untuk melakukan kegiatannya di Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwa Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah cabang ataupun perwakilan perusahaan dari luar negeri yang berada di Indonesia.
Semua perusahaan yang mempunyai aktivitas transaksi luar negeri adalah bagian dari Wajib Pajak yang dikenai pajak atas transaksi tersebut. Di dalam Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26, pemerintah mengatur kebijakan yang membahas mengenai pajak terkait dengan Wajib Pajak Luar Negeri. Seluruh jenis Badan Usaha apapun di Indonesia yang melakukan kegiatan transaksi seperti royalti, gaji, dividen, bunga, dan lain sebagainya, maka mereka merupakan Wajib Pajak Luar Negeri yang dikenakan PPh Pasal 26 atas aktivitas transaksi luar negeri yang mereka lakukan.
Menurut PPh Pasal 26, pengenaan tarif umum pajak adalah sebesar 20%. Namun, jika Wajib Pajak memanfaatkan tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Berganda (P3B), besar tarif pajak bisa berubah. Pemerintah telah mengatur tentang siapa saya yang menyandang status sebagai Wajib Pajak Luar Negeri. Berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang kategori individu maupun perusahaan yang menjadi Wajib Pajak Luar Negeri, khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau bukan berada di Indonesia, tetapi melaksanakan aktivitas operasional di Indonesia akan dikenai PPh Pasal 26.
Jenis-jenis penghasilan yang dipotong:
- Dividen
- Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
- Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
- Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
- Keuntungan karena pembebasan utang
- Penjualan atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh WP Luar Negeri. Harta yang dimaksud berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan.
- Penjualan saham oleh WPLN. Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di Dalam Negeri dan tidak berstatus sebagai emiten atau perusahaan publik
- Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di luar negeri
Sumber:
Nama Pengarang: Harry Huizinga, Soren Bo Nielsen
Judul Artikel: Capital income and profit taxation with foreign ownership of firms
Tahun Artikel: 1996
Publisher: Journal of International Economics Elsevier