TAX
Nasib Operator Lokal Hadapi Bisnis OTT Global, Mastel Support Pengaturan OTT
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) support regulasi bisnis Over The Top (OTT) global melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pemerintah harus melakukan pengaturan kewajiban kerja sama bisnis OTT global dengan operator telekomunikasi nasional.
Ketua Umum Mastel Kristiono menjelaskan selama ini belum ada aturan spesifik mengenai model bisnis OTT global di wilayah Indonesia.
Hal ini bisa di cek di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Baca Juga: 5 Jurus Meracik Startup Unicorn
"Karena saat itu memang belum ada OTT. Oleh karena itu, saat inilah kesempatan dan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menegaskan hal tersebut dalam draft RPP Cipta Kerja Bidang Postelsiar. Sehingga semua OTT harus mematuhi ketentuan tersebut," ujar Kristiono, Jumat (29/1).
Padahal, menurutnya OTT termasuk dalam pengertian jasa telekomunikasi sesuai definisi telekomunikasi dalam UU Nomor 36 tahun 1999.
Oleh karena itu, penyelenggara OTT dapat dikategorikan sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi yang wajib bekerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Mastel support pengaturan OTT
Menurut Kristiono pemerintah telah menegakkan kedaulatan negara di ranah siber atau digital dengan adanya regulasi yang mengatur model bisnis OTT global ini.
Terlebih, OTT sudah menikmati sangat banyak manfaat ekonomi dari penggunanya yang sangat banyak di Indonesia, tanpa berkontribusi kepada negara.
"Selama ini OTT sudah beroperasi di Indonesia tapi seolah tanpa tersentuh aturan. Sehingga seolah-olah tidak punya kewajiban apa-apa terhadap negara."
"Jadi OTT wajib bekerjasama dengan operator Telko nasional. Pemerintah harus menegaskan hal tersebut melalui RPP Turunan Cipta Kerja di sektor telekomunikasi," tegasnya.
Hal senada juga dituturkan Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Mastel Nonot Harsono. Nonot menilai pentingnya pengaturan tentang keberadaan pemain OTT global yang lebih spesifik dan lebih jelas.
Ia beranggapan, jika bisnis OTT tidak segera diatur, maka semakin banyak kerugian bagi negara dan juga industri telekomunikasi nasional.
"Setiap pihak asing menapakkan jangkauan bisnisnya di wilayah Indonesia, amat lazim mereka meminta izin kepada Pemerintah Indonesia ketika hendak menawarkan akses layanan atau mengambil manfaat dari wilayah orang lain," ujar Nonot saat dihubungi detik.com.
Terkait hal ini, Presiden Joko Widodo sudah memberi arahan yang tegas dan jelas tentang pentingnya kedaulatan digital yang harus tanpa kompromi dan harus memberi manfaat besar bagi Indonesia.
Akan tetapi, desakan untuk meregulasi bisnis OTT akan terganjal dengan kepentingan para raksasa platform OTT. Para raksasa platform OTT ini tengah bersaing memperebutkan pasar pengguna aplikasi global yang mereka miliki.
Oleh karena itu, mereka akan berusaha keras meyakinkan para penentu kebijakan tertinggi di Indonesia dan negara lainnya untuk tidak mengatur internet atau untuk tidak mengatur kehidupan online warga negaranya.
"Biasanya mereka berdalih 'biarkan internet bebas agar rakyat bebas berinovasi dan mengekspresikan diri'. Padahal, Pemerintah Indonesia berusaha keras merangkul para raksasa ini agar menjadi objek pajak Indonesia melalui paket pengaturan dari Menteri Keuangan.
"Contohnya seperti pajak transaksi online di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 dan aturan lainnya," jelasnya.
Mastel akan mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk bersinergi dengan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan arahan Presiden Joko Widodo tersebut.
Mereka berharap kementrian bisa segera mengupayakan aturan pelaksanaan kerjasama antara platform aplikasi/OTT global dengan penyelenggara jaringan nasional/domestik.
"Tukang pulsa saja mau dikenai PPN dan PPH, masa OTT asing yang mendapat triliunan rupiah dari masyarakat Indonesia dibiarkan tidak ada berkontribusi ke negara.
"Bahkan tidak mau permisi mengurus izin, membangun kantor di Indonesia, tidak melaporkan perolehan pendapatan dari wilayah NKRI," pungkas Nonot.
Raksasa OTT dukung jaringan pembangunan jaringan kabetl optik
Ia memaparkan kondisi yang terjadi di industri telekomunikasi saat ini. Para raksasa OTT dengan kekuatannya tengah memberi tekanan kepada operator jaringan nasional.
Jika hal ini terjadi tanpa adanya regulasi, maka pemerintah akan kesulitan melaksanakan tugasnya sebagai penengah.
Mastel menemukan para raksasa OTT berniat membangun jaringan kabel optik sendiri agar bisa meninggalkan para operator sejak akhir 2019.
"Artinya pada waktu yang tidak lama lagi, platform/OTT ini akan punya jaringan sendiri dan akan mendisrupsi industri telekomunikasi.
"Apakah harus menunggu industri telko mati, baru mulai berpikir? Atau bahkan membiarkan platform/OTT global itu menguasai semuanya dengan dalih hukum alam yang liberal?" tanya Nonot.
Jika bisnis OTT tidak segera diatur, dalam jangka panjang akan banyak operator telekomunikasi lokal tidak dapat bersaing dan 'gulung tikar'.
Kondisi ini akan membuka lebar potensi ancaman bagi kedaulatan digital Indonesia.